4 aliran di Cina

1. Taoisme

Taoisme merupakan ajaran yang dibawa oleh Laozi. Taoisme berasal dari kata Dao yang artinya tidak berbentuk, tidak terlihat, tapi merupakan proses kejadian dari semua benda hidup dan segala benda-benda yang ada dialam semesta. Taoisme bersifat tenang, tidak berbalah, bersifat lembut seperti air, dan bersifat abadi. Keabadian manusia terwujud disaat seseorang mencapai kesadaran Dao, dan orang tersebut akan menjadi dewa. Penganut-penganut Taoisme mempraktekkan Dao untuk mencapai kesadaran Dao, dan menjadi seorang dewa. Ajaran ini berdasarkan pada ajaran Daode Jing. Pengikut Laozi yang terkenal adalah Zhuangzi. Yang merupakan tokoh penulis kitab yang berjudul Zhuangzi. Menurut kitab Shiji nama asli Laozi adalah Lier, nama sopannya Boyang dan nama almarhum kehormatannya Dan. Terdapat segolongan sarjana mengatakan Boyang dan Dan adalah nama sopan Laozi. Laozi (SM570~SM470), dilahirkan di provinsi Ku, Chuguo, sekarang dikenali Provinsi Henan. Ia merupakan ketua pustakawan Chuguo, Dinasti Zhou, masa kejawatan, beliau banyak mendapat manfaat dengan membaca kitab-kitab serta catatan-catatan historis, sehingga beliau mencapai keinsafan wawasan.

Pada era sekarang ini, agama Dao merupakan ajaran-ajaran Laozi-Zhuangzi yang berkembang menjadi agama yang memiliki banyak penganut. Agama Dao memiliki doktrin mistis yang berisikan kepercayaan untuk menjadi dewa, agama ini lebih bersifat kemanusiaan, dan berpotensi memenuhi keperluan rohaniah manusia.

Ajaran ini juga mengajarkan dan memperkenalkan teori Yin Yang. Yin Yang merupakan suatu teori yang menjelaskan bahwa keduanya merupakan dua hal yang saling melengkapi untuk menghasilkan tenaga atau kekuatan. Kekuatan tersebut bersumber dari jutaan benda di dunia. Setiap benda di alam semesta yang berupa benda hidup ataupun benda mati mengandung Yinyang yang saling melengkapi untuk mencapai keseimbangan. Secara terminologi, Yin dan Yang diterjemahkan sebagai negatif dan positif. Setiap benda bersifat dualisme yang terdiri dari unsur positif dan unsur negatif. Benda yang tidak memiliki unsur negatif dan positif, itu bermakna kosong dan hampa. Seperti halnya magnet, magnet mempunyai unsur positif dan negatif, kedua-duanya bersifat saling melengkapi. Magnet tanpa unsur positif, maka tidak terwujudnya unsur negatif. Itu bermakna bahwa magnet tidak akan terwujud jika tidak memiliki kedua unsur tersebut.

2. Konfusianisme

Tokoh yang memunculkan ajaran Konfusianisme ini adalah Conficius atau Konficius. Konfusianisme adalah kemanusiaan, suatu filsafat atau sikap yang berhubungan dengan kemanusiaan, tujuan dan keinginannya, daripada sesuatu yang bersifat abstrak dan masalah teologi. Dalam Konfusianisme manusia adalah pusat daripada dunia. Manusia tidak dapat hidup sendirian, melainkan hidup bersama-sama dengan manusia yang lain. Bagi umat manusia, tujuan akhirnya adalah kebahagiaan individu. Kondisi yang diperlukan untuk mencapai kebahagiaan adalah melalui perdamaian.

Ajaran Konfisius pertama ditemukan oleh Conficius yang lahir pada tahun 551 sebelum Masehi di kabupaten Lu (sekarang berada di provinsi Shantung di Cina bagian Timur). Bapaknya meninggal saat ia masih berumur 3 tahun. Ibunya miskin. Conficius terpaksa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keuangan. Penderitaan dan kemiskinan sejak muda membuat Conficius merasa ia memiliki ikatan dengan kebanyakan orang.

Konfusianisme menggunakan istilah Dao. Istilah ini digunakan dalam hal-hal yang berhubungan dengan moralitas, perangkat peraturan, atau asas perilaku dalam pengertian sosial dan politik. Dao berarti cara hidup atau tatacara kehidupan insani (yang berhubungan dengan manusia). Ia juga menekankan tatacara manusia harus sesuai dengan tatacara alam. Hubungan seorang manusia dengan manusia lainnya juga harus mengikuti tatacara kehidupan yang telah dibangun oleh orang bijak kuno berdasarkan tatacara alam (Dao).

Ia memiliki pandangan hidup tentang manusia yaitu Kodrat manusia merupakan pemberian langit. Hukum kodrat manusia ini tidak terlepas dari alam semesta. Hukum yang diterapkan pada manusia ini sama dengan hukum yang mengatur pergantian musim dan proses alam yang lain. Menurut Conficius, manusia merupakan fungsi dari alam, artinya manusia harus berpatokan kepada alam dalam menjalani kehidupan.

Alam sudah dapat mengatur dirinya sendiri. Manusialah yang menjadi penyebab kemungkinan terjadinya kekacauan alam. Alam sudah memiliki aturan-aturan bagi bekerjanya alam dan juga bagi perilaku manusia sebagai bagian alam. Manusia sebagai fungsi dari alam seharusnya mengikuti aturan-aturan itu. Jika manusia dapat mengikuti aturan-aturan itu, maka alam akan selalu dalam keadaan tenang. Manusia pun dapat mempertahankan posisinya yang baik di dalam dunia dan terhindar dari kekacauan. Jika manusia tidak dapat mengikuti aturan-aturan itu dan malah berbuat seenaknya, maka alam akan kacau. Tujuan manusia menurut Konfusianisme adalah mencapai keharmonisan ataupun keseimbangan. Keharmonisan dengan alam dan juga keharmonisan dengan sesama manusia.

3. Legalisme

Aliran Legalisme (fajia) adalah aliran yang menitikberatkan pada sistem pemerintahan. Para penganut fajia banyak yang mengabdikan dirinya pada kerajaan Qin, seperti Shang Yang, dan kemudian Han Feizi serta Li Si yang mengabdi pada kaisar Qin Shihuangdi.

Dalam kitab Han Feizi, diterangkan secara gamblang bahwa kaum moralis (yang diwakili oleh kaum Konfusius) mustahil cocok dengan kaum legalis. Pemikiran ini dapat dianalogikan dengan kisah tombak sakti yang sanggup menembus segalanya dan perisai sakti yang tidak dapat ditembus oleh apapun.

Fajia dipopulerkan oleh Xunzi (Xun Qing) dan banyak penganut Konfusianisme yang beralih pada legalisme karena beranggapan bahwa aliran filosofi ini lebih cocok untuk mengatur negara. Zi Xia dan Wuzi (Wu Qi) adalah dua contoh penganut Konfusianisme yang kemudian berpindah menganut legalisme. Wu Qi adalah salah seorang tooh menarik dari negeri Lu yang hidup pada masa perang antar negeri. Saat masih kanak-kanak, ia lari dari rumah karena ditegur ibunya akibat bertingkah ceroboh. Ia bersumpah tidak akan pulang kerumah sebelum berhasil menjadi panglima tertinggi atau perdana menteri. Wu Qi pernah pula diusir oleh gurunya karena dianggap kurang berbakti pada orang tua, yakni tatkala ibunya meninggal,  ia hanya menangis sebentar dan setelah itu kembali menekuni bukunya seoalah-olah tidak terjadi suatu apapun. Suatu ketika negeri Lu diserang oleh Qi, tetapi raja masih ragu-ragu untuk mengangkat Wu Qi sebagai panglima tertinggi karena isterinya masih kerabat raja Qi. Demi memperoleh jabatan yang didambakannya itu, Wu Qi memenggal kepala isterinya dan mempersembahkannya pada raja Lu. Sang raja sebenarnya kurang begitu senag dengan tindakan Wu Qi ini, tetapi ia menyadari orang seperti Wu Qi sangat mungkin akan membelot ke pihak lain bila tidak mendapat apa yang diinginkannya. Raja kemudian mengangkatnya sebagai panglima tertinggi dan ternyata Wu Qi memang berhasil membuktikan kemampuannya memukul mundur serbuan Qi. Namun, tokoh eksentrik yang terbiasa membangkitkan kemarahan majikannya ini pada akhirnya harus hengkang ke negeri lain. Mula-mula ia pergi ke negeri  Wei dan setelah itu Chu. Raja Chu Daowang mengangkatnya menjadi perdana menteri dan Wu Qi melakukan berbagai reformasi, seperti:
    Mendasarkan pemerinth atas hukum yang kuat.
    Merampingkan birokrasi
   Penghapusan  pewarisan gelar bangsawan setelah keturunan yang ketiga dan mengalihkannya pada para prajurit yang telah berjasa bagi negara.
Sebagai hasil reformasi Wu Qi itu, Chu dengan segera menjadi negara yang kuat dan ditakuti. Tetapi, ketika raja mangkat, para bangsawan yang kehilangan gelarnya memanfaatkan hal itu untuk balas dendam. Para bangsawan mulai masuk ke istana dan mengejar Wu Qi hingga ke kamar-kamar istana. Dengan keadaan terluka parah, Wu Qi masuk ke ruangan tempat jenazah almarhum raja ditempatkan dan memeluknya erat-erat, sehingga akhirnya tubuh sang raja juga tertancap anak panah. Tindakan Wu Qi ini mungkin sulit dimengerti. Namun, segalanya akan menjadi jelas tatkala kita meninjau kembali undang-undang yang sebelumnya pernah dibuat oleh Wu Qi, yang menyatakan bahwa barang siapa yang merusak tubuh raja dapat dikenai hukum mati. Pengganti raja Chu menjalankan undang-undang ini dan menghukum mati para bangsawan itu, demikianlah, Wu Qi berhasil membalaskan dendam kematiannya sendiri bahkan ketika ia sudah wafat.

Secara umum, legalisme membahas 3 faktor pokok dalam seni memerintah.
    Fa atau hukum ( pemberian penghargaan dan hukuman)
    Shu atau seni/teknik mengawasi
    Shi atau wewenang / kekuasaan

Prinsip ini tetap digunakan oleh Liu Bang, pendiri dinasti Han (yakni dinasti yang memerintah setelah Qin) meskipun pada dasarnya ia menganut Konfusianisme. Kita dapat melihat bahwa sistem manajemen modern juga menerapkan prinsip-prinsip ini. Penerapan fa atau hukum dalam perusahaan, dapat berwujud aturan perusahaan, kesepakatan kerja bersama, dan lain sebagainya. Seni pengawasan atau shu pada perusahaan modern adalah berupa sistem supervisi yang rapi. Dan pemantauan kualitas (quality control) termasuk di dalamnya. Kekuasaan atau wewenang (shi) pada manajemen modern dapat diwujudkan dalam bentuk sistem atau hierarki manajerial perusahaan. Penetapan struktur organisasi perusahaan adalah wujud pengaturan kekuasaan atau wewenang ini.
Kerajaan Qin memang dapat dikatakan sebagai penganut fanatik paham legalisme. Perdana menteri Li Si yang membantu Qin Shihuang ( Ying Zheng) juga penganut fajia. Han Feizi, rekan Li Si, sama-sama penganut legalisme. Hanya saja karena iri dengan karier rekannya itu, Li Si memfitnah Han Feizi hingga dijatuhi hukuman mati.

4. Mohisme

Mohisme dicetuskan oleh Mo Tzu (479-381 SM). Mohisme sangat mirip dengan  Utilitarianisme. Utilitarianisme berpandangan bahwa tolak ukur kebaikan adalah kegunaan dari sesuatu tersebut. Semakin berguna maka semakin baik.

Mo Tzu menerapkan prinsip yang dia namai Cinta Universal (Chien Ai). Berbeda dengan Konfusius, Mo Tzu menegaskan kita harus medahulukan orang lain dari pada orang tua. Agar Cinta Universal terwujud, maka harus di terapkan 2 sanksi yaitu sanksi negara dan sanksi agama. Sanksi negara mengatur dalam hal hidup bernegara. Sedangkan sanksi agama mengatur dalam hal yang berkaitan dengan Tuhan. Mo Tzu juga berpandangan bahwa Tuhan memiliki sifat Cinta Universal.

Dalam urusan pemerintahan, Mo Tzu berpandangan pemerintah harus demi warga. Akan tetapi pemerintahan diserahkan kepada orang orang yang cakap dibidangnya. Dia melandasi argumennya dengan silsilah raja Yao-Shun-Yu, yang menerapkan sistem pemerintahan demi warga.

Dalam hal menciptakan perdamaian, Mo Tzu berpendapat terdapat 2 cara untuk meciptakan perdamaian yaitu secara persuasif dan defensif. Persuasif berarti mengajak untuk mengikuti Cinta Universal. Sedangkan defensif berarti mempertahankan eksistensi Cinta Universal dengan menggunakan sanksi-sanksi yang telah di jelaskan sebelumnya.

Menurut Mo Tzu, Emosi haruslah ditekan dan dibuang jauh-jauh. Sehingga hidup haruslah rasional dan efektif. Berbeda dengan konfusianisme, justru Mohisme menganggap musik itu hal yang sia-sia dan upacara adat adalah hal yang kuno maka keduanya dibuang jauh-jauh.

Menurut Mo Tzu, setiap orang harus meniru atasannya hingga mencapai puncak. Contoh: Warga negara harus meniru mentri, mentri harus meniru raja, raja harus meniru Tuhan. Tuhan merupakan puncak.

Sementara itu, Mo Tzu berkata bahwa Demokrasi itu tidak baik. Ini di karenakan  tidak semua orang cakap. Maka hanya beberapa orang saja atau yang cakap saja yang boleh berkecimpung dalam bidang yang dikuasainya.


Yang terakhir untuk masalah nilai kebenaran, Mo Tzu berpandangan kebenaran itu harus mencakup 3 syarat. Pertama adalah Koheren atau memiliki dasar yang kuat. Kedua adalah Koresponden atau sudah banyak orang yang setuju. Ketiga adalah Pragmatis atau bisa diterapkan.

0 komentar:

Posting Komentar