Bahasa merupakan sistem komunikasi yang sangat penting
bagi manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari
arti atau makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Sebagai suatu unsur yang
dinamik, bahasa senantiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan pelbagai
pendekatan untuk mengkajinya. Antara lain pendekatan yang dapat digunakan untuk
mengkaji bahasa ialah pendekatan makna. Semantik merupakan salah satu bidang
linguistik yang mempelajari tentang makna.
Kata semantik berasal dari bahasa
Yunani sema yang artinya tanda atau lambang (sign). “Semantik”
pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada
tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan
untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan
hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan
sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga
tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 1994: 2).
Sedangkan menurut Katz (1971: 3) semantik adalah studi
tentang makna bahasa. Sementara itu semantik menurut Kridalaksana dalam Kamus
Linguistik adalah bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan
jugadengan struktur makna suatu wicara. Secara singkat, semantik ini mengkaji
tata makna secara formal (bentuk) yang tidak dikaitkan dengan konteks.
Bahasa merupakan sarana perpikiran manusia secara empiris.
Kaitan antara perpikiran dan perbahasaan atau berbahasa dan berpikir sangat
erat atau sama sekali tidak dapat dilepaskan (Parera,2004: 60-61).
Dalam suatu bahasa, makna kata saling berhubungan. Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, seringkali
kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata
atau satuan bahasa lainya dengan kata atau satuan bahasa lainya lagi (Chaer, 2009: 83). Dalam makalah ini
akan dibicarakan mengenai hubungan atau relasi makna yang menyangkut
hal kesamaan makna (sinonimi) dengan
tujuan dapat mendiskripsikan hubungan relasi makna dalam hal kesamaan makna
(sinonimi).
Berdasarkan uraian singkat dari latar belakang diatas, bentuk
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian sinonimi?
2. Mengapa muncul sinonimi?
3. Apa faktor penyebab ketidakmungkinan menukar sebuah kata
dengan kata lain yang bersinonim?
4. Adakah perbedaan antara makna yang bersinonimi?
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah semantik
2. Untuk mengetahui apa itu sinonimi
3. Untuk mengetahui mengapa muncul sinonim
4. Untuk mengetahui faktor penyebab ketidakmungkinan menukar
sebuah kata dengan kata lain yang bersinonim
5. Untuk mengetahui perbedaan antara makna yang bersinonim
Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini adalah menambah
pengetahuan tentang kesamaan makna.
1.
Pengertian
Sinonimi
Istilah sinonimi
(Inggris: synonomy berasal dari bahasa Yunani Kuno ;
onoma: nama dan syn: dengan). Makna harfiahnya adalah nama lain
untuk benda yang sama. Untuk mendefinisikan sinonim, ada tiga batasan yang
dapat di kemukakan. Batasan atau definisi itu ialah: 1. Kata-kata dengan acuan
ekstra linguistik yang sama, misalnya kata mati dan mampus; 2.
Kata-kata yang mengandung makna yang sama, misalnya kata memberitahukan dan kata
menyampaikan; 3. Kata-kata yang dapat disubtitusikan dalam konteks yang
sama misalnya “kami berusaha agar pasien dapat segera pulih.”,
“kami berupaya agar pasien dapat segera pulih.” Kata berupaya bersinonim
dengan kata berusaha (Pateda, 2010: 222-223). Sering dikatakan
bahwa kata-kata yang sinonim memiliki makna yang “sama”, dengan hanya
bentuk-bentuk yang berbeda (Verhaar, 2010: 394). Sinonim adalah kata-kata
yang mengandung makna pusat yang sama tetapi berbeda dalam nilai rasa. Atau
secara singkat sinonim adalah kata-kata yang mempunyai denotasi yang sama tetapi
berbeda dalam konotasi. Sinonim tidak hanya menolong kita untuk menyampaikan
gagasan-gagasan umum tetapi juga membantu kita untuk membuat perbedaan-perbedaan
yang tajam dan tepat antara makna kata-kata itu (Tarigan, 1993: 17).
.
2. Kemunculan
Sinonimi
Bagaimanapun juga
kehadiran sinonimi perlu diakui dalam analisis semantik. Ini berarti tidak
terdapat dua kata yang maknanya memang merujuk kepada ide atau referen yang
sama persis. Akan tetapi dalam pemakaian bahasa sering dijumpai pula keinginan
pemakai bahasa untuk mengganti satu kata yang lain yang maknanya kurang lebih
mirip sama sebagai variasi atau juga sebagai ciri kebebasan berbahasa.
Pertanyaan yang masih perlu dijawab ialah mengapa muncul sinonimi?
1. Sinonimi Muncul antara Kata Asli dan Kata Serapan
Salah satu ciri
serapan ialah serapan kata yang bermakna sama dengan kata bahasa penyerap. Bahasa Indonesia mengalami proses serapan
dengan ciri sinonimi. Misalnya kata serapan aktifitas bersinonim
dengan kegiatan, kata serapan kompetensi bersinonim
dengan kemampuan. Kata-kata serapan tersebut dipakai secara
bergantian dengan kata-kata asli tanpa membawa perbedaan makna bergantung
kepada selera dan pengetahuan pemakai bahasa. Secara semantik kata-kata
tersebut tidak berbeda.
2. Sinonimi Muncul antara Bahasa Umum dan Dialek
Serapan intrabahasa
terjadi antara dialek dan bahasa-bahasa umum dan bahasa standar. Bahasa Indonesia
yang mengenal beberapa dialek mengalami penyerapan makna sinonimi intrabahasa.
Misalnya, sinonimi antara cabe dan lombok, kayak dan seperti.
3. Sinonimi Muncul untuk Membedakan Kata Umum dan Kata
Ilmiah
Pemunculan sinonim
antara kata umum dan istilah ditunjukan untuk memberikan pembatasan yang jelas
atau definisi terhadap sebuah kata. Kata-kata dalam ilmu teknik/teknologi dan
ilmu kedokteran pada umumnya menghadirkan sinonimi antara kata umum dan kata
istilah. Kata umum contoh disinonimkan secara istilah sampel.
4. Sinonim Muncul antara Bahasa Kekanak-kanakan dan
Bahasa Orang Dewasa
Untuk memudahkan
pemahaman munculah penyinoniman bahasa anak-anak dengan bahasa orang dewasa.
Salah satu ciri bahasa anak-anak ialah pengulangan suku kata. Misalnya papa
(ayah), mama (ibu), mamam (makan), mimi (minum), bobo (tidur), popo (cium).
5. Sinonimi Muncul untuk Kerahasiaan
Untuk kerahasiaan
dapat saja dimunculkan kata-kata rahasia untuk instansi pengamanan tertentu
(intel), dalam profesi, antargeng, dan antar remaja. Misalnya kata bokap,
nyokap, bersinonim dengan kata ayah, ibu.
6. Sinonim Muncul karena Kolokasi
Sinonimi muncul
karena kolokasi yang terbatas. Suara yang dikeluarkan oleh binatang dikatakan
dengan kata yang berbeda untuk merujuk “bersuara”. Misalnya kuda
meringkik, kucing mengeong, anjing menggonggong, kambing mengembik, dll. Kata indah dan cantik dalam
bahasa Indonesia bersinonim, tetapi dibatasi kolokasinya. Kata indah sudah
dihubungkan dengan keadaan alam. Sedangkan kata cantik dihubungkan
dengan manusia perempuan (Parera, 2004: 66-67).
Menurut Aminuddin,
(2008: 116-117) ada lima cara yang dapat digunakan dalam menentukan
kemungkinan adanya sinonim. Kelima cara yang dimaksud adalah:
1. Seperangkat sinonim itu mungkin saja merupakan
kata-kata yang digunakan dalam dialek yang berbeda-beda. Kata pena dan rika dalam
bahasa Jawa dialek Surabaya memiliki terjemahan kedalam bahasa Indonesia yang
persis sama dengan koen atau kowe dalam bahasa
Jawa dialek Malang. Akan tetapi, apabila dalam setiap dialek masing-masing kata
tersebut memiliki makna dasar berbeda-beda, kata-kata tersebut tidak dapat
ditentukan sebagai sinonim.
2. Suatu kata yang semula dianggap memiliki kemiripan
atau kesamaan makna, setelah berada dalam berbagai pemakaian ada kemungkinan membuahkan
makna yang berbeda-beda. Kata bisa dan dapat, misalnya,
meskipun secara leksikal merupakan sinonim, dalam konteks pemakaian Saya
nanti bisa datang dan Saya nanti dapat datang tetap pula
dapat dianggap sinonom. Sewaktu berada dalam konteks pemakaian Bisa
ular dapat berbahaya, kedua kata tersebut tidak dapat lagi disebut sinonim.
3. Suatu kata, apabila ditinjau berdasarkan makna
kognitif, makna emotif, maupun makna evaluatif, mungkin saja
akhirnya menunjukkan adanya karakteristik tersendiri meskipun dalam pemakaian
sehari-hari awalnya dianggap memiliki kesinoniman dengan kata lainnya. Bentuk
demikian misalnya dapat ditemukan dalam pasangan kata ilmu dan
pengetahuan, mengamati, dan meneliti serta antara mengusap dengan membelai. Apabila
hal itu terjadi, maka kata-kata yang awalnya dianggap sinonim itu harus
dianggap sebagai kata yang berdiri sendiri-sendiri.
4. Suatu kata yang semula memiliki kolokasi sangat
ketat, misalnya antara kopi dengan minuman, kuncup dengan kembang,
maupun pohon dengan batang, seringkali dipakai
secara tumpang tindih karena masing-masingnya dianggap memiliki kesinoniman.
Hal itu tentu saja tidak benar karena masing-masing kata tersebut jelas masih
memiliki ciri makna sendiri-sendiri. Sebab itu, pemakaian yang tumpang tindih dapat
mengakibatkan adanya salah pengertian.
5. Akibat kekurangtahuan terhadap nilai makna suatu kata
maupun kelompok kata, seringkali bentuk kebahasaan yang berbeda-beda begitu
saja dianggap sinonim, misalnya antara bentuk kembali ke pangkuan ilahi dengan meninggalkan
dunia kehidupan, antara merencanakan dengan menginginkan, antara gambaran dengan bayangan.
Cara lain untuk membedakan
kata-kata yang bersinonim adalah dengan menatanya dalam sebuah jajaran, di mana
makna dan overtone pembedaannya akan tampak dengan kontras. Misalnya deretan
kata yang berarti “keluar”, yakni: terbit, timbul, muncul, menyembul,
keluar, nongol, lahir (Ullman, 2009: 179).
3. Faktor Penyebab
Ketidakmungkinan menukar Sebuah Kata yang Bersinonim
Kesinoniman makna atau kesinoniman simetris memang
tidak ada dalam pembendaharaan kata bahasa Indonesia. Oleh karena itu,
kata-kata yang dapat dipertukarkan begitu saja pun jarang ada. Pada suatu
tempat kita mungkin dapat menukar kata mati dengan kata meninggal;
tetapi ditempat lain tidak dapat.
Ketidakmungkinan kita untuk menukar sebuah kata dengan
kata lain yang bersinonim adalah banyak sebabnya. Antara lain, karena:
a. Faktor waktu
Misalnya hulubalang bersinonim dengan
kata komandan. Namun, keduanya tidak mudah dipertukarkan karena
kata hulubalang hanya cocok untuk situasi kuno, klasik, atau arkais. Sedangkan
kata komandan hanya cocok untuk situasi masa kini (modern).
b. Faktor
tempat atau daerah
Misalnya kata saya dan beta adalah
bersinonim. Tetapi kata beta hanya cocok untuk digunakan dalam
konteks pemakaian bahasa Indonesia Timur (Maluku); sedangkan kata saya dapat
digunakan secara umum dimana saja.
.
c. Faktor
sosial
Misalnya kata aku dan saya adalah
dua buah kata yang bersinonim; tetapi kata aku hanya dapat digunakan
untuk teman sebaya dan tidak dapat digunakan kepada orang yang lebih tua atau
yang status sosialnya lebih tinggi.
d. Faktor bidang
kegiatan
Misalnya kata tasawuf, kebatinan, dan mistik adalah
tiga buah kata yang bersinonim. Namun, kata tasawuf hanya
lazim dalam agama islam; kata kebatinan untuk yang bukan islam; dan
kata mistik untuk semua agama.
e. Faktor
nuansa makna
Misalnya kata melihat, melirik, melotot,
meninjau, dan mengintip adalah kata yang bersinonim. Kata melihat memang
bisa digunakan secara umum; tetapi kata melirik hanya digunakan
untuk menyatakan melihat dengan sudut mata; kata melotot hanya
digunakan untuk melihat dengan mata terbuka lebar; kata meninjau hanya
digunakan untuk melihat dari tempat jauh atau tempat tinggi; dan kata mengintip hanya
cocok digunakan untuk melihat dari celah yang sempit (Chaer, 2009: 86-87).
4. Perbedaan antara
Makna Sinonimi
Ada beberapa perbedaan yang dapat diidentifikasi
antara kata-kata yang bersinonimi:
-
Perbedaan Makna Sinonimi Diakibatkan oleh Perbedaan
Implikasi (Webster, dalam buku Parera, 2004: 68)
Perbedaan makna sinonimi dapat diakibatkan oleh
perbedaan suatu implikasi dapat dilihat dari kata remeh dan sepele yang
merujuk kepada “sesuatu yang tidak penting”. Namun kedua kata tersebut memiliki
perbedaan yaitu kata sepele yang berimplikasi positif,
sedangkan makna remeh yang berimplikasi negatif.
-
Perbedaan Makna Sinonimi Diakibatkan oleh Perbedaan
Aplikasi (Webster, dalam buku Parera, 2004: 68)
Perbedaan makna tersebut dapat dilihat dari perbedaan
aplikasi antara kata nikmat, enak dan lezat. Kata nikmat digunakan
pada makanan, minuman, kehidupan, atau semua yang dapat memberikan kesenangan.
Sedangkan kata enak dan lezat hanya
dikenakan pada makanan dan minuman.
-
Perbedaan antara Makna Sinonimi Didasarkan pada
Kelebihluasan Cakupan Makna yang Satu dari yang Lain (Webster, dalam buku
Parera, 2004: 69)
Perbedaan makna tersebut dapat dilihat pada kata mengerti dan memahami. Perbedaan
ini dapat diuji bahwa seseorang dapat mengerti perkataan orang, tetapi belum
tentu dia dapat memahami perkataan orang tersebut.
-
Perbedaan antara Makna Sinonimi Didasarkan pada
Asosiasi yang Bersifat Konotasi (Webster, dalam buku Parera, 2004: 69)
Ciri perbedaan antara dua atau lebih kata yang
bersinonimi yang didasarkan pada asosiasi konotatif terletak pada ciri konotasi
positif dan negatif. Makna kata rekam, merekam, rekaman, dan sadap,
menyadap, sadapan (pengambilan suara atau bunyi dengan bantuan pita
dan alat elektronik) terletak pada konotasi positif dan negatif. Rekam,
merekam, rekaman bersifat positif dan lebih netral, sedangkan sadap,
menyadap, sadapan cenderung bersifat negatif.
-
Perbedaan antara Sinonimi Berdasarkan Sudut Pandang
(Webster, dalam buku Parera, 2004: 69)
Perbedaan antara makna sinonimi sudut dan segi didasarkan
pada sudut pandang, Bentuk sudut dan segi yang dirujuk sama, tetapi bentuk
sudut dilihat dari dalam dan segi dilihat dari luar. Penyebutan segi didasarkan
pada pandangan dari luar, sedangkan sudut dipandang dari dalam.
Misalnya sebuah segi tiga mempunyai tiga sudut.
Di dalam
beberapa buku pelajaran bahasa sering dikatakan bahwa sinonim adalah persamaan
kata atau kata-kata yang sama maknanya. Pernyataan ini jelas kurang tepat sebab
selain yang sama bukan maknanya, yang bersinonimpun bukan hanya kata dengan
kata, tetapi juga banyak terjadi antara satuan-satuan bahasa lainnya.
Perhatikan contoh di bawah ini!
a) Sinonim
antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat), seperti antara dia dengannya, antara saya dengan ku dalam
kalimat
1. Minta
bantuan dia
Minta bantuannya
2. Bukan
teman saya
Bukan temanku
b) Sinonim
antara kata dengan kata, seperti antara mati dengan meninggal;
antara buruk dengan jelek; antara bunga dengan puspa;
menyenangkan dengan memuaskan, dan sebagainya.
c) Sinonim
antara kata dengan frase atau sebaliknya. Misalnya antara meninggal dengan
tutup usia; antara hamil dengan duduk perut;
antara pencuri dengan tamu yang tidak diundang;
antara tidak boleh tidak dengan harus.
d) Sinonim
antara frase dengan frase. Misalnya, antara ayah ibu dengan orang
tua; antara meninggal dunia dengan berpulang ke
rahmatullah; antara mobil baru dengan mobil yang
baru. Malah juga antara baju hangat dengan baju
dingin.
e) Sinonim
antara kalimat dengan kalimat. Seperti adik menendang bola dengan Bola
ditendang adik. Kedua kalimat ini pun dianggap bersinonim, meskipun yang
pertama kalimat aktif dan yang kedua kalimat pasif (Chaer, 2009: 87-88).
Akhirnya, mengenai sinonim ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan. Pertama, tidak semua kata dalam bahasa Indonesia mempunyai
sinonim. Misalnya kata beras, salju, batu, dan kuning, tidak mempunyai sinonim.
Kedua, ada kata-kata yang bersinonim pada bentuk dasar tetapi tidak dalam
bentuk jadian. Misalnya kata benar dengan kata betul, tetapi kata kebenaran
tidak bersinonim dengan kata kebetulan. Ketiga, ada kata-kata yang tidak
mempunyai sinonim pada bentuk dasar tetapi memiliki sinonim pada bentuk jadian.
Misalnya kata jemur tidak mempunyai sinonim tetapi kata menjemur ada
sinonimnya, yaitu mengeringkan; dan berjemur bersinonim dengan panas. Keempat,
ada kata-kata yang dalam arti “sebenarnya” tidak mempunyai sinonim, tetapi
dalam, arti “kiasan” justu mempunyai sinonim. Misalnya kata hitam dalam makna
“sebenarnya” tidak ada sinonimnya, tapi dalam arti “kiasan” ada sinonimnya,
yaitu gelap, mesum, buruk, jahat, dan tidak menentu (Chaer, 2009: 88).
KESIMPULAN
Bahasa merupakan sistem komunikasi yang sangat penting
bagi manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari
arti atau makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Sebagai suatu unsur yang
dinamik, bahasa senantiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan pelbagai
pendekatan untuk mengkajinya. Antara lain pendekatan yang dapat digunakan untuk
mengkaji bahasa ialah pendekatan makna. Semantik merupakan salah satu bidang
linguistik yang mempelajari tentang makna.
Bahasa merupakan sarana perpikiran manusia secara empiris.
Kaitan antara perpikiran dan perbahasaan atau berbahasa dan berpikir sangat
erat atau sama sekali tidak dapat dilepaskan (Parera,2004: 60-61).
Dalam suatu bahasa, makna kata saling berhubungan. Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, seringkali
kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata
atau satuan bahasa lainya dengan kata atau satuan bahasa lainya lagi (Chaer, 2009: 83).
Sering
dikatakan bahwa kata-kata yang sinonim memiliki makna yang “sama”, dengan hanya
bentuk-bentuk yang berbeda (Verhaar, 2010: 394). Munculnya sinonimi disebabkan
oleh beberapa hal yaitu sinonimi muncul antara kata asli dan kata
serapan,sinonimi muncul antara bahasa umum dan dialek,sinonimi muncul untuk
membedakan kata umum dan kata ilmiah,sinonim muncul antara bahasa kekanak-kanakan
dan bahasa orang dewasa, sinonimi muncul untuk kerahasiaan, sinonim muncul
karena kolokasi (Parera,2004: 66-67).
Menurut
Aminuddin, (2008: 116-117) ada lima cara yang dapat digunakan dalam
menentukan kemungkinan adanya sinonim. Kelima cara yang dimaksud
adalah: 1. Seperangkat sinonim itu mungkin saja merupakan kata-kata yang
digunakan dalam dialek yang berbeda-beda, 2. Suatu kata yang semula dianggap
memiliki kemiripan atau kesamaan makna, setelah berada dalam berbagai pemakaian
ada kemungkinan membuahkan makna yang berbeda-beda, 3. Suatu kata, apabila
ditinjau berdasarkan makna kognitif, makna emotif, maupun makna
evaluatif, mungkin aja akhirnya menunjukkan adaya karakteristik tersendiri
meskipun dalam pemakaian sehari-hari semula dianggap memiliki kesinoniman
dengan kata lainnya, 4. Suatu kata yang semula memiliki kolokasi sangat
ketat, misalnya antara kopi dengan minuman, kuncup dengan kembang,
maupun pohon dengan batang, seringkali dipakai
secara tumpang tindih karena masing-masingya dianggap memiliki kesinoniman, 5.
Akibat kekurangtahuan terhadap nilai makna suatu kata maupun kelompok kata,
seringkali bentuk kebahasaan yang berbeda-beda begitu saja dianggap sinonim.
Ketidakmungkinan
kita untuk menukar sebuah kata dengan kata lain yang bersinonim adalah banyak
sebabnya. Antara lain, karena faktor waktu,faktor tempat atau daerah, faktor
sosial, faktor bidang kegiatan, faktor nuansa makna (Chaer, 2009: 86-87).
Ada beberapa perbedaan yang dapat diidentifikasi antara kata-kata yang
bersinonimi yaitu Perbedaan Makna Sinonimi Diakibatkan oleh Perbedaan Implikasi,
Perbedaan Makna Sinonimi Diakibatkan oleh Perbedaan Aplikasi, Perbedaan antara
Makna Sinonimi Didasarkan pada Kelebihluasan Cakupan Makna yang Satu dari yang
Lain, Perbedaan antara Makna Sinonimi Didasarkan pada Asosiasi yang Bersifat
Konotasi, dan Perbedaan antara Sinonimi Berdasarkan Sudut Pandang (Webster,
dalam buku Parera, 2004 :68-69).
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. 1985. Semantik. Bandung: Sinar
Baru Algensindo
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Parera, J.D. 2004. Teori Semantik. Jakarta:
Erlangga
Pateda, Mansoer. 2010.Semantik Leksikal.
Jakarta: Rineka Cipta
Tarigan, Henri Guntur. 1993. Pengajaran Semantik.
Bandung: Angkasa
Ullman, Stephen. 2009. Pengantar Semantik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Verhaar, J.W.M. 2010. Asas-Asas Linguistik Umum.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
0 komentar:
Posting Komentar